Pak Narto yang sedang asyik melihat siaran langsung sepak bola di televisi, meminta Iyem, pembantunya, untuk membuatkan secangkir kopi susu. Iyem bergegas ke dapur. Tak lama kemudian, terdengar suara ribut.
Pak Narto: Suara apa, Yem?
Iyem: Maaf, Tuan, saya terpeleset. Cangkirnya jatuh dan pecah.
Pak Narto: Enak sekali kamu minta maaf. Tidak bisa! Kamu harus bertanggung jawab atas keteledoranmu!
Iyem: Baiklah, Tuan. Kalau Tuan tidak memberi maaf kepada saya, saya akan mengganti cangkir ini.
Pak Narto: Nah, itu baru tindakan orang yang dewasa.
Iyem: Tetapi saya tidak punya uang, Tuan. Karena itu, dengan terpaksa saya minta gaji bulan lalu dan gaji bulan ini yang Tuan belum bayarkan pada saya.
Pak Narto: Aduh, maaf, aku lupa belum memberimu gaji bulanan. Begini saja. Karena aku sedang tidak punya uang, kita saling memaafkan saja. Gelas yang pecah tadi tidak usah ditukar. O ya, gajimu akan kubayar bulan depan saja ya, Yem?
[Sumber disunting dari: Buku "Merenung sambil Tersenyum, Tersenyum sambil Merenung 2"; Halaman 32]
Orang bijak berhati-hati dan menjauhi kejahatan, tetapi orang bebal melampiaskan nafsunya dan merasa aman. (Amsal 14:16)
- Log in to post comments