Frans barusan diangkat sebagai lurah di desanya. Ia lalu mengadakan pesta syukuran di rumahnya. Banyak yang memberinya hadiah, termasuk amplop tentunya. Setelah acara selesai, di kamar pribadinya, Frans dengan anak dan istrinya sibuk menghitung satu persatu amplop yang telah diterima. Wah! Bukan main! Banyak sekali.
Tetapi mengetahui hal itu, anaknya, si Pedro justru menjadi sangat kecewa. Ia segera berlari keluar dan menangis di ruang tamu. Ibunya langsung memburu dan bertanya kepadanya, "Kenapa menangis Pedro? Bukankah seharusnya kamu gembira, Bapak menerima banyak amplop. Nanti kamu bisa dibelikan baju baru, mainan, dan macam-macam hal lagi yang menyenangkan."
"Tidak, Pedro tidak mau Bapak jadi Lurah."
"Lho, mengapa kamu tidak setuju kalau Bapak jadi Lurah, ´kan kita bisa terima banyak amplop." jelas ibunya.
"Dari dulu ´kan Pedro sudah bilang, supaya bisa terima amplop lebih banyak lagi, lebih bagus Bapak kerja di Kantor Pos saja."
Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. (1 Korintus 13:11)
Sumber: Senyum Lagi Senyum Lagi, p.167.
- Log in to post comments