- Log in to post comments
Tertawa itu ngga selalu disebabkan ada yang lucu atau menggembirakan, lho. Menurut ilmuwan, ada dua jenis tawa, yakni yang sungguhan berasal dari rasa senang atau tawa yang merupakan pesan sosial. Pendapat ini didasarkan oleh sebuah riset yang melibatkan anak-anak penderita autis yang tidak terlalu sering mengekspresikan perasaannya.
Tawa diduga sudah menjadi bahasa komunikasi sejak jutaan tahun silam, bahkan sebelum manusia mampu berkomunikasi dengan kata-kata. Dengan tertawa, manusia bisa menyampaikan maksudnya bernegoisasi, memantapkan keadaan, atau setuju pada sesuatu. Demikian setidaknya menurut William Hudenko, seorang psikolog asal Ithaca College, yang memimpin studi tersebut. Bayi juga biasa menggunakan tawa sebagai alat komunikasi sebelum ia bisa berbicara. Dikatakan juga bahwa manusia rata-rata tertawa 30 kali lebih sering jika dia bersama orang lain daripada sedang sendirian. Ini memperkuat bukti bahwa tertawa adalah sebuah fenomena sosial. Kita sering mengaitkan tawa dengan humor, sesuatu yang lucu, menggembirakan. Padahal tidak selalu demikian, sebab orang tertawa lebih karena sebagai media komunikasi dengan orang lain.
Ketawa juga terbagi antara yang berbunyi dan tidak berbunyi. "Kami perlu riset lebih lanjut untuk memahami apa beda ketawa yang berbunyi dan tidak berbunyi. Tapi hipotesa terbaik kami adalah, ketawa tanpa suara itu lebih banyak dipakai untuk berinteraksi sosial, sedangkan ketawa bersuara itu disebabkan karena gembira atau ada yang lucu," jelas Hudenko.
Tertawa yang bersuara, disertai dengan goyangan perut dan suara biasanya adalah ketawa yang spontan. Sedangkan ketawa tanpa suara lebih sebagai ekpsresi diri.
Nah, kalau tertawa sendirian terlalu sering kayaknya sudah ngga beres ya?
Diterjemahkan secara bebas dari LiveScience.com
Diambil dari: http://netsains.com/2009/07/misteri-di-balik-tawa-manusia/