Submitted by Tim i-Humor on Fri, 04/18/2008 - 18:09

Kata humor diambil dari akar sebuah kata yang berarti "embun atau uap lembab." Uap lembab ini merupakan salah satu unsur yang memungkinkan sesuatu bertumbuh. Ini menyiratkan pentingnya humor dalam kehidupan, khususnya dalam kehidupan keluarga. Humor menumbuhkan relasi dalam keluarga.

Satu kali saya bertanya kepada seorang teman, "Unsur apa yang diperlukan untuk mengembangkan relasi dalam keluarga? Dari sekian banyak unsur, mana yang terpenting? Teman saya adalah seorang wanita cerdas. Sambil duduk ia tampak diam sejenak dan kemudian berkata, "Humor, cinta, tanggung jawab, rasa hormat, ... dan humor."

Oleh sebab itu saya langsung berkata, "Norma, Anda telah mengatakannya."

Kemudian Norma menjawab, "Oh, humor memang unsur sangat penting dari dua atau bahkan lima unsur penting yang diperlukan dalam keluarga."

Humor adalah satu dari sekian banyak hal yang memiliki pengaruh amat kuat dalam keluarga. Humor juga sangat efektif bila digunakan menerapkan disiplin. Kami menyebut hal itu bukan menghukum anak, melainkan mendisiplin anak. Kata disiplin sebenarnya berarti "belajar". Jadi bukan berarti merantai mereka.

Satu kali saya bertanya kepada seorang teman tentang kesulitan yang dihadapi dalam mendisiplin anak-anaknya. Lalu, ia menceritakan pengalamannya katanya, "Satu kali anak saya melakukan kesalahan, namun ia diam-diam saja. Akhir-akhir ini ia memang keras kepala dan cenderung melawan. Saya kesal dan menyatakan kepadanya bahwa saya akan menggelitik dia sampai kapok, kecuali dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Lalu dengan mimik setengah mengejek dia menengok ke arah saya dan berkata, "Apa?" Oleh sebab itu, saya segera mendekatinya dan menggelitikinya hingga dia tertawa terpingkal-pingkal. Hal itu terus saya lakukan sampai ia minta ampun dan berjanji tidak mengulangi hal yang sama."

Teman tadi menggunakan humor dan menggelitik untuk mengubah perilaku buruk anak-anaknya. Tentu saja, ia melakukan dalam batas wajar. Bagaimanapun, kita harus berhati-hati, jangan sampai maksudnya bercanda, tetapi bagi sang anak itu merupakan tindakan kekerasan terselubung. Saya pun mencoba menerapkan humor sebagai bagian dari disiplin kepada anak-anak saya dan hasilnya sejauh ini cukup baik.

Satu kali saya berpetualang sejauh 25.000 mil dengan perahu layar bersama tiga orang teman. Kami tinggal bersama di kapal selama satu tahun. Selama pelayaran itu, kami bagaikan hidup dalam petak bujur sangkar tertutup. Ke mana pun kami bergerak, kami bertemu orang yang sama. Hal itu membuka celah untuk bicara apa saja, termasuk di dalamnya berdebat mengenai banyak hal. Salah seorang teman kami punya bakat bercerita lalu menyelesaikan masalahnya dengan cara yang sangat lucu.

Biasanya ia akan mengembangkan cerita begitu rupa sehingga tampak rumit dan tokoh-tokohnya begitu frustasi lalu terlibat konflik yang tidak terelakkan dan dilanjutkan dengan perdebatan konyol serta menggelikan seperti layaknya perseteruan dalam film kartun. Sebelumnya, kami tidak tahu bahwa kami akan digiring ke dalam situasi yang kocak. Oleh sebab itu, kami ada kalanya merasa sedih dan menangis namun tidak jarang kami juga ingin tertawa. Perasaan kami diaduk-aduk antara sedih dan tertawa sehingga kami lupa terhadap masalah sebenarnya yang sedang kami hadapi.

Tertawa adalah obat mujarab bagi keluarga. Amsal 17:22 menyatakan, "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." Humor, tertawa, dan sukacita akan membuat tubuh mengeluarkan semacam enzim berupa zat kimia yang menciptakan suasana hati serta emosi ke arah positif dan enzim itu masuk ke dalam aliran darah. Humor bagaikan mukjizat yang dapat memulihkan keadaan keluarga. Ketika anak-anak melakukan kesalahan, kita dapat menegurnya dengan cara humor. Namun itu harus diucapkan sambil berseloroh dan tidak serius, maka dengan spontan mereka akan memerbaiki kesalahan tersebut.

Pada suatu malam, saya berhadapan dengan masalah perilaku Josh, anak kami di meja makan. Kami telah mencoba mengajar anak-anak mengenai etika di meja makan. Kami tidak mau menanggung malu akibat ulah anak kami yang tidak pantas ketika kami makan di luar rumah. Menegur anak dalam soal tata cara makan memang tidak gampang. Karena malu, orang tua dapat tiba-tiba meledak dalam kemarahan padahal kesalahan yang dilakukan anak-anak tidak seberapa. Akibatnya suasana santai mendadak buyar dan selera makan hilang.

Oleh sebab itu pada kesempatan lain, ketika kami makan di sebuah restoran, Josh kembali melakukan kesalahan. Ia lalai menggunakan salah satu peralatan makan. Kemudian dengan setengah bercanda, kami berkata, "Mengapa cara makanmu begitu, bukankah sudah belajar cara makan yang baik?" Karena cara kami menegur sambil bercanda, Josh tidak marah. Sebaliknya ia tertawa dan berusaha memerbaiki kesalahannya.

Cara menegur seperti itu memberikan kesempatan kepada Josh untuk berpikir dan menentukan mana yang terbaik. Hal itu akan membuat anak dengan senang hati memerbaiki kesalahannya. Menggunakan humor dalam mendisiplin anak jauh lebih halus daripada menegur secara langsung dengan nada tinggi. Cara seperti itu akan membuat anak merasa dihargai dan ia mengambil keputusan untuk melakukan yang baik bukan karena paksaan, melainkan didorong rasa hormat yang dalam terhadap orang tua.

Kita perlu belajar memiliki rasa humor. Sebagaimana hal-hal lainnya, mengembangkan keterampilan humor perlu latihan. Kembangkanlah cara Anda sendiri, jangan meniru gaya orang lain. Ada banyak cara mengungkapkan humor. Pilih yang paling sesuai dengan karakter Anda dan menurut Anda mudah melakukannya.

Tertawa adalah penting dan seharusnya menjadikan hal itu sebagai prioritas. John Powell satu kali berkata, "Mereka yang belajar menertawakan diri sendiri tidak akan pernah berhenti menjadi penghibur." Kita perlu belajar menertawakan diri sendiri sebab kesusahan yang dihadapi manusia adalah kesulitan yang tidak mungkin dielakkan. Selama manusia hidup dan melakukan interaksi dengan sesama manusia, maka selama itu selalu akan ada masalah dan kesulitan. Situasi kadang-kadang dapat berkembang secara tak terduga. Jika kita tidak belajar menertawakan diri sendiri, maka sulit bagi kita melalui keadaan sulit tersebut. Banyak keluarga saat ini dihadapkan kepada situasi sulit yang mungkin belum pernah dirasakan sebelumnya, tetapi jika suasana humor selalu ada dalam keluarga tersebut, hal itu dapat diredam dan kita tidak tenggelam dalam masalah. (BS)

Sumber: Disadur dari "Parents& Children: The Importance of Humor, " Edited by Jay Kesler, Ron Beers, & LaVonne Neff, Victor Books, USA 1986.

Diambil dari:
Judul buku: Kalam Hidup, Juli 2005 Tahun ke-75 No. 712
Penulis: Tim Hansel
Halaman: 19 --21

Tentang Kami

Situs yang berisi kumpulan humor-humor bersih dan Kristen yang tidak mengandung unsur-unsur SARA dan pornografi.
Selengkapnya

Berlangganan
i-Humor SABDA

Dapatkan humor-humor segar untuk menemani hari-hari Anda.

Kontak Kami | Buku Tamu | E-Mail: webmaster(at)sabda.org
Disclaimer | i-Humor © 2003-2019
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Laporan Masalah/Saran