- Log in to post comments
Apakah Allah yang Berinkarnasi Pernah Tertawa Bersama dengan Teman-Teman-Nya?
Kitab Injil Yohanes mencatat bahwa "Yesus menangis" (Yohanes 11:35 - terjemahan NET), menunjukkan kepada kita ayat terpendek di dalam Alkitab. Akan tetapi, apakah Yesus tertawa?
"Itu adalah pertanyaan yang lucu," mungkin Anda berpikir demikian.
Baiklah, lelucon saya tidak lucu. Akan tetapi pertanyaan, "Apakah Yesus tertawa?" benar-benar menghadirkan pandangan yang menarik terhadap perkembangan apa yang mungkin disebut teologi humor. Meskipun artikel sepanjang ini tidak bisa membahas topik ini secara mendalam (aduh, disertasi doktoral saya tentang Komedi Yesus masih dalam pengerjaan), ini akan menyentuh beberapa area perhatian yang relevan terhadap natur humor, hubungan Allah dengan hal itu dan memberikan beberapa contoh dari Alkitab yang membangkitkan minat.
Waktu untuk Tertawa
Pengkhotbah 3:4 mengatakan ada "waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa," tetapi itu tidak masuk ke hal yang rinci. Apakah bagian lain memberikan petunjuk yang lebih baik kepada kita untuk pertanyaan tentang teologi humor? Mungkin. Ada beberapa Mazmur yang mengatakan Allah tertawa, seperti Mazmur 2:4; 37:13; 59:8. Secara hermeneutik – yaitu, dalam kaitannya dengan ilmu penafsiran alkitabiah – bagian-bagian ini dimaksudkan sebagai antropomorfisme, artinya mereka sengaja mengenakan atribut manusia kepada Allah agar kita bisa memahaminya dengan baik. Karena itu, di Mazmur 37:13 kita membaca, "Tuhan menertawakan orang fasik itu." Akan tetapi, bagian-bagian seperti itu masih benar-benar kasar.
Dalam beberapa hal, Allah memang memiliki apa yang kita sebut, berbicara secara antropomorfis, selera humor. Bagaimanapun, memang Dia menciptakan platypus berparuh bebek. Sungguhpun Dia – Allah, bukan platypus – memiliki selera humor, itu menunjukkan bahwa humor yang berakar dalam sifat Allah adalah baik. Ini bukan berarti bahwa semua humor itu baik. Bahkan, di dalam dunia yang sudah jatuh dalam dosa yang dipenuhi dengan ciptaan yang agak menyimpang, hanya memberikan bayang-bayang dari kemuliaan yang sebelumnya, banyak dari humor yang ada, malah menyimpang. Sebagai akibatnya, ada pertunjukan seperti "MADtv" dan "Jackass".
Akan tetapi, jika memang humor adalah baik, dan jika berakar dalam natur Allah, maka beberapa humor pastilah baik, bahkan saleh.
Bertahun-tahun yang lalu saya bercakap-cakap dengan seorang teman yang berpendapat bahwa humor itu objektif dan berakar pada natur Allah. Saya tidak setuju, dengan menggunakan contoh bantahan yang lemah secara logika yang menyatakan bahwa jika tiga orang mendengar sebuah lelucon, tetapi tidak semuanya tertawa, ini menunjukkan bahwa humor itu tidak objektif. Itu bukanlah argumen bantahan yang sangat bagus. Bahkan, teman saya memberikan poin yang bagus. Semua emosi yang baik memiliki akar di dalam natur Allah yang sempurna. Jika humor merupakan ekspresi dari emosi yang baik, maka, itu juga, pastilah memiliki akar di dalam natur Allah.
Jadi, Stephen, jika Anda di suatu tempat di sana sedang membaca artikel ini, ya, Anda benar. Humor itu objektif dan berakar dalam natur Allah.
Apakah Kekristenan Selalu Serius?
Sayangnya, ada rintangan-rintangan yang perlu diatasi agar kita benar-benar mulai untuk berkembang, lebih kurang memahami, teologi humor yang benar. Pertama, kita harus menyadari bahwa di dalam dunia yang sudah jatuh dalam dosa, ada humor yang cemar. Jika kejahatan bukan merupakan sesuatu yang nyata, tetapi parasit yang menggerogoti kebaikan, sebagaimana Augustine dan yang lainnya berpendapat, maka humor yang asalnya baik telah dibengkokkan oleh kejahatan yang menggerogoti kebaikannya.
Kedua, kita perlu mengatasi rintangan yang menggambarkan Kristus dan kekristenan sebagai sangat serius. Sesungguhnya, Alkitab bukanlah buku lelucon dan batasan dalam cara naskah-naskah Alkitab ditulis memang sedikit sekali menolong masalah ini. Misalnya, mereka tidak memiliki tanda baca untuk memberi kita petunjuk adanya humor – bahkan tidak ada tanda seru! Dapatkah Anda percaya mereka bahkan tidak menggunakan emoticon? :-(. Singkatnya, tidak ada petunjuk dalam teks yang memberitahu kita, "Hei, ini bagian yang lucu!" tetapi ada cara-cara lain untuk melihat humor di dalam Alkitab, terutama dengan kata-kata dan konteksnya.
Ketiga, kita memiliki banyak tradisi budaya yang tidak menyisakan ruang yang banyak untuk humor dalam kaitannya dengan natur Allah atau kitab-kitab Injil. Jika Anda menyaksikan film apa pun tentang Yesus, Dia biasanya serius sepanjang waktu dan mengapa Dia begitu? Bagaimanapun, dosa manusia dan kebutuhan akan penebusan yang radikal bukanlah hal yang membuat kita tertawa. Akan tetapi, apakah Yesus serius sepanjang waktu? Seperti yang akan kita lihat, Dia tidak.
Humor dan Natur Kristus
Namun, berbicara secara teologis, kita harus memahami istilah humor dalam kaitannya dengan natur ilahi dan natur manusia Kristus, atau apa yang disebut oleh para teolog sebagai persatuan hipostatik:
Dalam inkarnasi Anak Allah, natur manusia yang terpisah disatukan selamanya dengan natur ilahi dalam satu pribadi Yesus Kristus, tetapi kedua natur itu tetap berbeda, utuh, dan tidak berubah, tanpa percampuran atau kebingungan sehingga satu pribadi, Yesus Kristus, benar-benar Allah dan benar-benar manusia.
Karena itu, dengan memberikan Kristus natur manusia, Dia tertawa (mengakui dasar pikiran bahwa humor yang baik dan objektif, berakar dalam natur Allah, ada). Selain itu, Yesus memiliki 12 murid. Bersama-sama dengan 12 orang, berjalan-jalan keluar sesekali, dan mereka pastilah tertawa atas sesuatu – mungkin atas banyak hal.
Apakah Ada Humor dalam Kitab-Kitab Injil?
Pada tahun 1964, sarjana Kristen, Elton Trueblood menerbitkan The Humor of Christ. Dalam kata pengantarnya, dia menceritakan kisah sewaktu membaca bagian di Perjanjian Baru dengan bersuara keras, di bagian tertentu, dia mendengar putranya yang berusia 7 tahun tertawa. Ketika ditanya apa yang membuatnya tertawa, putranya berkata bahwa bacaan itu lucu. Yesus sedang berbicara mengenai kemustahilan dari melihat selumbar di mata orang lain, sedangkan balok di dalam mata mereka sendiri tidak diketahui (Matius 7:3-5; Lukas 6:41-42). Berapa kali kita membaca bagian seprti itu dan melewatkan humornya? Terlalu sering, pendapat Trueblood.
Apakah Yesus mengatakan hal lainnya yang bisa ditafsirkan sebagai humor? Tentu saja. Contoh lain ditemukan di semburan kata-kata marah-Nya terhadap sekelompok pemimpin munafik yang dikenal sebagai kaum Farisi. Kata-kata humor favorit saya dalam bacaan ini adalah komentar Yesus bahwa mereka "menapis nyamuk dari dalam minuman tetapi menelan unta yang di dalamnya" (Matius 23:24).
Konteksnya, Dia menghukum mereka karena dengan munafik mengabaikan "perkara-perkara yang lebih penting dari hukum – keadilan, belas kasihan dan kesetiaan" (Matius 23:23). Jelas, adalah sulit untuk menelan unta sungguhan. Kecuali ukurannya kecil luar biasa. Humor itu memperkuat maksudnya.
Kristus Tertawa dan Berharap Orang Lain untuk Tertawa
Dengan menggarisbawahi poin yang disebutkan dengan singkat sebelumnya, Trueblood menulis:
"Kegagalan yang menyebar luas untuk mengenali dan menghargai humor Kristus adalah salah satu aspek luar biasa di era Masehi. Siapa pun yang membaca kitab-kitab Injil Sinoptik dengan kebebasan relatif dari prasangka mungkin berharap melihat Kristus tertawa, dan bahwa Dia berharap orang lain tertawa, tetapi kemampuan kita untuk melewatkan aspek ini dari kehidupan-Nya adalah fenomenal. Kita begitu yakin bahwa Dia selalu sangat serius sehingga kita sering memutarbalikkan kata-kata-Nya untuk berusaha dan membuat itu sesuai dengan bentukan pendapat kita sebelumnya. Kesalehan yang salah telah membuat kita takut bahwa penerimaan akan kejenakaan dan humor-Nya yang jelas bisa-bisa agak menghina atau melanggar kesucian."
Sayangnya, ruang tidak memberikan penilaian yang rinci atau bahkan yang singkat terhadap macam-macam humor yang digunakan oleh Kristus (tidak, lelucon yang kasar mungkin tidak ada dalam daftar). Akan tetapi, Trueblood menyelidiki penggunaan ironi, hiperbola (pernyataan yang dilebih-lebihkan) dan kejenakaan, sekaligus humor yang ditemukan di banyak perumpamaan yang disampaikan oleh Kristus.
Akan tetapi, Yesus juga menggunakan humor dalam pemikiran-Nya, sebagai bentuk pembuktian melalui kontradiksi. Argumen jenis ini secara harfiah mengikis logika dari pemikian lawan sampai menjadi mustahil, dengan demikian membuktikan posisi salah, bahwa, jika mengikuti kesimpulan berdasarkan logika, itu benar-benar mustahil.
Sebuah penelitian tentang konsep kesukaan dan sukacita dalam Alkitab memberikan gambaran keseluruhan mengenai bergembira dan tertawa dalam kehidupan Kristen di sini saat ini, sama dengan di surga di atas. Sesungguhnya, penyatuan umat Allah di dalam Dia adalah sama seperti mempelai wanita dan pria, yang dengan sukacita merayakan pernikahan mereka (Wahyu 19:7,9; 21).
Jadi, apakah Yesus tertawa? Dengan dipaparkannya berbagai kesimpulan secara rasional dan teologis, ya Yesus tertawa. Dan jika tepat, kita juga seharusnya tertawa.(t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Boundless |
Alamat situs | : | http://www.boundless.org/faith/2009/the-laughter-of-jesus |
Judul asli artikel | : | The Laughter of Jesus |
Penulis artikel | : | Robert Velarde |
Tanggal akses | : | 6 Januari 2017 |